Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk bernikah dengan seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita perlu tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak faham agama, sehingga mereka menghalalkan 'coupling' dalam rangka mencari kesesuaian calon pasangan hidup mereka. "Coupling" haram hukumnya tanpa kita disangsikan lagi.
Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan maklumat lain yang memang diperlukan. Maklumat ini boleh diperolehi dari pihak ketiga, baik dari saudara mara si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.
Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang boleh menimbulkan fitnah kepada pasangan dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-mudahan melakukan hubungan telefon, sms, surat-menyurat, dengan alasan ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru ta’aruf, yang sudah resmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah.
Karenanya, ketika Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang percakapan melalui telefon antara seorang lelaki dengan seorang wanita yang telah dipinangnya, beliau menjawab,
“Tidak apa-apa seorang laki-laki bercakap telefon dengan wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya telah diterima dan pembicaraan yang dilakukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas keperluan yang ada, tanpa adanya fitnah.
Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di antara mereka, namun tujuannya untuk saling mengenal, sebagaimana yang mereka istilahkan, maka ini mungkar, haram, boleh mengarah kepada fitnah serta menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kamun tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan melakukan perkara keji orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)
Seorang wanita tidak boleh berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali bila ada keperluan dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalamnya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam).” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan 3/163-164)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
Ada beberapa hal yang disenangi bagi laki-laki untuk memerhatikannya:
- Wanita itu shalihah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعَةٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَلِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu (menurut kebiasaan yang ada, pent.) dinikahi karena empat perkara, kerana hartanya, kerana keturunannya, kerana kecantikannya, dan kerana agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama. Jika tidak, engkau celaka.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
- Wanita itu subur rahimnya. Tentunya boleh diketahui dengan melihat ibu atau saudara perempuannya yang telah menikah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ
“Nikahilah oleh kamu sekalian wanita yang penyayang lagi subur, kerana aku berbangga di hadapan umat yang lain pada kiamat dengan banyaknya jumlah kalian.” (HR. An-Nasa`i no. 3227, Abu Dawud no. 1789, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1784)
- Wanita tersebut masih gadis[1], yang dengannya akan dicapai kemesraan yang sempurna.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma ketika memberitahu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahawa ia telah menikah dengan seorang janda, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَهَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ؟
“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau boleh mengajaknya bermain dan dia boleh mengajakmu bermain?!”
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ، فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ
“Hendaklah kalian menikah dengan para gadis karena mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih redha dengan yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah no. 1861, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 623)
Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan maklumat lain yang memang diperlukan. Maklumat ini boleh diperolehi dari pihak ketiga, baik dari saudara mara si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.
Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang boleh menimbulkan fitnah kepada pasangan dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-mudahan melakukan hubungan telefon, sms, surat-menyurat, dengan alasan ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru ta’aruf, yang sudah resmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah.
Karenanya, ketika Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang percakapan melalui telefon antara seorang lelaki dengan seorang wanita yang telah dipinangnya, beliau menjawab,
“Tidak apa-apa seorang laki-laki bercakap telefon dengan wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya telah diterima dan pembicaraan yang dilakukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas keperluan yang ada, tanpa adanya fitnah.
Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di antara mereka, namun tujuannya untuk saling mengenal, sebagaimana yang mereka istilahkan, maka ini mungkar, haram, boleh mengarah kepada fitnah serta menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kamun tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan melakukan perkara keji orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)
Seorang wanita tidak boleh berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali bila ada keperluan dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalamnya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam).” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan 3/163-164)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
Ada beberapa hal yang disenangi bagi laki-laki untuk memerhatikannya:
- Wanita itu shalihah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعَةٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَلِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu (menurut kebiasaan yang ada, pent.) dinikahi karena empat perkara, kerana hartanya, kerana keturunannya, kerana kecantikannya, dan kerana agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama. Jika tidak, engkau celaka.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
- Wanita itu subur rahimnya. Tentunya boleh diketahui dengan melihat ibu atau saudara perempuannya yang telah menikah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ
“Nikahilah oleh kamu sekalian wanita yang penyayang lagi subur, kerana aku berbangga di hadapan umat yang lain pada kiamat dengan banyaknya jumlah kalian.” (HR. An-Nasa`i no. 3227, Abu Dawud no. 1789, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1784)
- Wanita tersebut masih gadis[1], yang dengannya akan dicapai kemesraan yang sempurna.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma ketika memberitahu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahawa ia telah menikah dengan seorang janda, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَهَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ؟
“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau boleh mengajaknya bermain dan dia boleh mengajakmu bermain?!”
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ، فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ
“Hendaklah kalian menikah dengan para gadis karena mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih redha dengan yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah no. 1861, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 623)
Comments
Post a Comment